Ingin Sukses Bisnis Tanpa Masalah Hukum? Tinjau Kembali Kontrak Bisnis Anda

Bagikan artikel ini

Layaknya orang sakit yang harus segera diberangkatkan ke dokter, sebaiknya Anda juga menemui seorang pengacara jika hendak membuat kontrak atau perjanjian. Hal ini penting mengingat sekali Anda menandatangani kontrak, maka Anda akan terlibat dalam hubungan hukum, menanggung segala akibat hukumnya, dan terikat pada semua kewajiban yang muncul. Pengacara dibutuhkan saat pengusaha menandatangani keputusan bisnis yang mempunyai konsekwensi hukum, dan juga semua persoalan hukum di seputar bisnisnya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari, Anda tidak perlu menjadi seorang pengusaha sebagai syarat untuk menyewa pengacara, karena kehidupan sosial pada dasarnya ditumpuk diatas fondasi-fondasi peraturan. Seberapa sering dalam sehari Anda menghadapi transaksi bisnis, jual beli, sewa-menyewa, hutang-piutang, pembagian warisan dan perceraian, sebanyak itulah Anda bersentuhan dengan hukum – bahkan ketika Anda tidur siangpun hukum dari kontrak bisnis Anda tetap berdenyut.

Karena sebuah kontrak terkait dengan berbagai aspek hukum lainnya, maka prinsip kehati-hatian merupakan syarat agar Anda tidak terjebak pada konstruksi hukum yang tak diinginkan. Jika Anda adalah seorang calon karyawan yang akan bekerja di sebuah hotel, misalnya, maka cermati sebentar klausul “masa percobaan” dalam kontrak kerja Anda sebelum mengambil pena dari saku. Anda dapat secara bebas menyepakati masa percobaan kerja itu untuk selama 6 bulan, sesuai waktu minimal yang dibutuhkan HRD untuk menilai kinerja. Namun setelah Anda menandatanganinya, maka klausul masa percobaan 6 bulan itu menjadi “batal demi hukum”, batal dengan sendirinya karena sejak semula klausul tersebut dianggap tidak ada. Mengapa demikian? – mengapa Anda menandatangani pasal yang nyata-nyata batal demi hukum? Karena Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur bahwa masa percobaan kerja hanya berlangsung untuk selama jangka waktu paling lama 3 bulan, lebih dari batas waktu itu dianggap tidak sah. Kejelian mata seorang pengacara dapat membantu Anda mendefinisikan kembali hak-hak Anda dalam meluncurkan hubungan hukum Anda.

Tapi dalam praktek kenyataannya tidak sesempurna itu. Banyak orang awam hukum – dan banyak pula diantara mereka direktur perusahaan – membuat kontrak mereka sendiri tanpa konsultasi hukum dengan pengacaranya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan, misalnya, karena posisi salah satu pihak inferior, atau para pihak percaya penuh pada lawan bisnisnya sehingga lebih menekankan pada sisi realisasinya saja ketimbang kontraknya. Atau bisa juga karena biaya konsultasi hukum itu mahal sementara hubungan hukumnya sendiri mungkin sederhana. Bila anda termasuk orang yang demikian, yaitu orang yang memaksakan diri untuk membuat kontrak Anda sendiri, maka kini tanggung jawab Anda jugalah untuk melindungi diri Anda dalam penandatanganan kontrak. Anda perlu secara hati-hati menelusuri kembali isi kontrak yang Anda buat dan mendefinisikan kembali hak dan kewajiban Anda di dalamnya – meskipun, sekali lagi, sebaiknya Anda meminta saran dulu dari pengacara Anda.

Nah, anggap saja sekarang Anda sudah memutuskannya: menyusun kontrak Anda sendiri tanpa bimbingan pengacara. Untuk itu pertama-tama Anda perlu memahami bahwa ada dua cara untuk membuat kontrak: cara yang sederhana dan cara yang merepotkan. Cara sederhananya adalah dengan menandatangani saja kontrak proyek yang sudah terhampar di meja Anda tanpa perlu membacanya lagi – buat apa dibahas lagi, toh sebelumnya Anda sudah meeting berkali-kali dengan rekan bisnis Anda. Seorang penulis, apalagi penulis pemula, harus menandatangani kontrak penerbitan bukunya dengan format kontrak standar yang dibuat oleh penerbit. Penulis pemula hampir tak memiliki kesempatan bernegosiasi dengan penebitnya, kecuali mungkin pihak penerbit hanya akan menjelaskan isinya – terutama tentang royalti – dan menyerahkan keputusan itu sepenuhnya kepada sang penulis: Take it or leave it! Cara paling sederhana membuat kontrak adalah dengan jangan banyak tanya, apalagi banyak kritik dan minta koreksi.

Cara kedua, cara yang lebih merepotkan, yaitu sebelum Anda menandatangani kontrak, dan bahkan sebelum Anda membuat drafnya, Anda harus melakukan serangkaian negosiasi dengan lawan kontrak Anda, meneliti kembali draf kontrak itu bagian perbagian, melakukan koreksi di beberapa pasal menyangkut substansi dan istilah, atau jika perlu menegosiasikan ulang beberapa kondisi teknis. Jika rekan bisnis Anda – lawan kontrak Anda – mewakili sebuah perusahaan, misalnya Perseroan Terbatas, maka pastikan Anda bernegosiasi langsung dengan direkturnya. Atau jika sang direktur sibuk dan tak sempat menemui Anda, silahakan Anda bernegosiasi dengan manajernya, tapi pastikan yang menandatangani kontraknya nanti tetap direktur. Dan jika harus manajernya juga yang menandatangani kontrak itu, maka pastikan sang manajer mendapatkan kuasa dari direkturnya – karena sesuai Undang-undang Perseroan Terbatas (PT), yang berhak mewakili tindakan hukum PT adalah direksinya. Nasihat semacam ini mungkin akan menyebabkan rekan bisnis Anda jengkel karena Anda dianggap memperlama eksekusi bisnis, tapi percayalah, Anda cuma sedang berhati-hati dan menghindari bencana yang mungkin terjadi – itu jika Anda percaya bahwa tak ada sesuatupun di dunia ini yang perfect. Penandatanganan kontrak hanyalah titik start dalam memulai hubungan hukum, dan Anda tentu tak menginginkan musibah di tengah jalan, kan?

Kontrak yang Anda buat pada dasarnya untuk membuktikan peristiwa hukum yang membentuk hubungan hukum antara Anda dengan rekan bisnis Anda. Karena sampai sini Anda sudah setuju untuk menilai kontrak lebih dulu sebelum menandatanganinya – membuat kontrak  dengan cara yang merepotkan – maka Anda perlu memahami dulu pengertian kontrak secara konseptual. Istilah kontrak merupakan bahasa bisnis yang lahir dari bahasa hukum yaitu perjanjian, sehingga kontrak yang Anda buat harus sesuai dengan prinsip-prinsip hukum perjanjian – memenuhi syarat-syarat sah dan asas-asasnya. Hal ini bertujuan agar kontrak tersebut sesempurna mungkin menjadi alat bukti di pengadilan jika muncul sengketa – atau jika menurut Anda penandatanganan kontrak itu tidak ada kaitannya dengan pembuktian dan pengadilan dan kepentingan Anda sendiri, maka buat saja kontrak itu secara sederhana, tanpa susah-susah lagi mengoreksinya.

Dan Anda tidak perlu mengambil kuliah hukum untuk membuat kontrak Anda sendiri. Anda bisa googling, misalnya artikel tentang Pasal 1320 KUHPerdata yang merinci syarat-syarat sahnya kontrak, dan copy-paste contoh-contoh perjanjian yang tersebar di berbagai website. Namun yang terpenting dari penelusuran itu: selalu merenungkan kembali konsekwensi dari setiap kondisi hukum yang akan Anda sepakati. Atau, jika ingin lebih menyeluruh untuk memahami kontrak praktis, Anda dapat juga membaca bukunya, misalnya buku Membuat Surat Perjanjian. Buku ini bercorak praktis, dengan tujuan agar Anda yang awam hukum dapat memahami cara membuat kontrak dalam mempersiapkan diri menghadapi proyek-proyek besar Anda – atau jika Anda belum berkesempatan memperoleh proyek besar itu, setidaknya pengetahuan dalam buku tersebut bisa Anda praktekan juga dalam keseharian, misalnya saat Anda membeli rumah atau meminjam uang. (www.legalakses.com).

Untuk memahami hukum perjanjian beserta contohnya secara praktis, baca juga: