Materai Bukan Syarat Sah Perjanjian

Bagikan artikel ini

Banyak orang menyangka  bahwa jika sebuah dokumen hukum, katakanlah perjanjian atau kontrak, jika tidak dibubuhi materai maka tidak sah. Dalam hukum, tujuan dibuatnya perjanjian adalah untuk membuktikan adanya suatu persitiwa hukum yang membentuk hubungan hukum diantara para pihak (perikatan). Dalam perjanjian yang dibuat untuk kepentingan pembuktian semacam itu, materai bukanlah syarat sah, sehingga ketiadaan materai tidak menyebabkan perjanjian tersebut tidak sah.

UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai menentukan bahwa materai adalah pajak atas pembuatan dokumen untuk pembuktian, atau katakanlah sebagai pajak dokumen. Layaknya pemungutan pajak lainnya, maka tujuan pembubuhan materai terutama untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk pembangunan. Dengan demikian maka materai tidak menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian.

Ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUPerdata). Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah:

  1. Adanya kata sepakat diantara para pihak.
  2. Para pihak cakap melakukan perbuatan hukum, yaitu sudah dewasa (21 tahun), dan tidak sedang berada di bawah pengampuan.
  3. Adanya hal tertentu yang diperjanjiakan, dalam pengertian obyek perjanjian dapat diukur secara real.
  4.  Suatu sebab yang halal, yaitu tidak melanggar hukum atau ketertiban masyarakat.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan diatas materai bukanlah kewajiban dari syarat sahnya perjanjian, melainkan kewajiban dari perpajakan. Dokumen yang wajib dibubuhi materai menurut PP No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai adalah sebagai berikut:

a.  Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
b.  Akta-akta Notaris termasuk salinannya.
c.  Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya.
d.  Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :

  • Yang menyebutkan penerimaan uang.
  • Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank.
  • Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank.
  • Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.

e.  Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep.

f.  Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :

  • Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
  • Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.”

Peraturan Pemerinatah yang sama juga mengatur besarnya nilai materai untuk dokumen-dokumen tersebut. Untuk dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp 6.000. Untuk dokumen sebagaimana dimaksud huruf d dan huruf e ditentukan sebagai berikut:

  • Dokumen yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000 tidak dikenakan Bea Materai.
  • Dokumen yang mempunyai harga nominal antara Rp 250.000 sampai dengan Rp 1.000.000 dikenakan Bea Materai dengan tarif sebesar Rp 3.000.
  • Dokumen yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000 dikenakan Bea Materai dengan tarif sebesar Rp 6.000.

(legalakses.com)

Artikel Terkait:

  1. Perikatan, Perjanjian dan Kontrak
  2. Membuat Surat Kuasa
  3. Pengertian dan Syarat-syarat perjanjian
  4. Membuat Surat Perjanjian
  5. Contoh-contoh Perjanjian