Membela Diri dari Tuduhan Melanggar Perjanjian/Kontrak (Wanprestasi)

Bagikan artikel ini

office-227170_1920Seorang debitur, yaitu orang yang punya kewajiban membayar utang atau melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian/kontrak, yang dituntut karena melakukan pelanggaran perjanjian (wanprestasi), punya hak untuk membela diri. Kalau Anda, sebagai seorang penjual barang, punya kewajiban mengantarkan barang pesanan ke gudang pelanggan di daerah yang rawan banjir, maka kegagalan Anda mengantarkan barang tersebut karena banjir merupakan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dari tuduhan wanprestasi. Anda tidak sempurna melaksanakan kewajiban Anda, mengantarkan barang ke gudang pelanggan, bukan karena kesalahan Anda, melainkan karena kondisi banjir yang di luar kendali Anda.

Dalam pembelaan diri itu debitur harus mengemukakan alasan-alasannya mengapa ia tidak bersalah (karena tidak atau tidak sempurna melaksanakan kewajibannya), dan karenanya tidak dapat dianggap wanprestasi – sehingga tidak wajib menjalani hukuman, misalnya membayar ganti rugi. Secara hukum, beberapa alasan yang bisa dikemukankan oleh debitur sebagai alasannya antara lain:

  • Force Majeure (Keadaan Memaksa)
  • Kreditur Juga Melakukan Kelalaian
  • Kreditur Telah Melepaskan Haknya

Force Majeure (Keadaan Memaksa)

Dalam keadaan normal, tidak terlaksananya kewajiban menjalankan kontrak – atau terlaksana tapi terlambat – disebut juga wanprestasi. Pihak yang melakukan wanprestasi, sesuai Pasal 1243 KUHPerdata, karena kelalaiannya itu bisa dikenakan hukuman, misalnya penggantian biaya atau ganti rugi. Selain wanprestasi, tidak terlaksananya hak dan kewajiban kontrak juga bisa terjadi karena adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeure).

Seperti juga wanprestasi, force majeure merupakan keadaan dimana debitur tidak melaksanakan kewajibannya – atau melaksanakannya tapi terlambat. Berbeda dengan wanprestasi, tidak terlaksananya atau terlambatnya pelaksanaan kewajiban dalam force majeure terjadi bukan karena kelalaian, melainkan suatu keadaan atau peristiwa yang berada di luar kendali atau di luar dugaan para pihak. Unsur keadaan diluar kendali para pihak inilah yang menghilangkan unsur kelalaian atau kesalahan dari pihak yang tidak atau terlambat melaksanakan kewajibannya. Sebagai konsekwensinya, pihak debitur dapat dibebaskan dari tuntutan ganti rugi.

Seperti contoh diatas, tidak sampainya barang ke gudang milik pembeli disebabkan karena banjir. Dan karena banjir adalah kondisi diluar kuasa atau dugaan para pihak (force majeure), baik penjual maupun pembeli, maka tidak terlaksananya kewajiban tersebut tidak dapat disalahkan kepada penjual barang yang berkewajiban mengantarkannya.

Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya (Pasal 1244 KUHPerdata).

Tidak ada penggantian biaya. kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya (Pasal 1245 KUHPerdata).

Kreditur Juga Melakukan Kelalaian

Kelalaian yang dilakukan oleh kreditur, yaitu pihak yang berhak mendapatkan pelunasan utang atau pihak yang berhak menerima pelaksanaan kewajiban dari debitur, juga merupakan alasan bagi debitur untuk menghindari pembayaran ganti rugi atas wanprestasi yang dituduhkan kepadanya. Hal ini bisa terjadi misalnya, seorang pembeli barang salah memberikan alamat pengiriman, dan kesalahan itu menyebabkan barang tidak diterima pada hari yang sudah dijanjikan oleh penjual.

Dalam setiap perjanjian timbal-balik, terdapat asas bawah kedua belah pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya. Jangan mau menang sendiri, karena keduanya sedang menyeberang sungai bersama-sama. Jadi, kalau misalnya pembeli salah mengirimkan alamat pengiriman, maka pembeli tidak dapat begitu saja menuntut ganti rugi kepada penjual  kalau penjual tidak mengirimkan barangnya sesuai hari yang ditentukan.

Dalam hukum, prinsip ini dikenal juga sebagai exception non adimpleti contractus, yaitu debitur tidak melaksanakan kewajibannya justru karena kreditur juga tidak melaksanakan kewajibannya. Prinsip ini bisa ditemukan dalam Pasal 1478 KUHPerdata:

Penjual tidak wajib menyerahkan barang yang bersangkutan, jika pembeli belum membayar harganya sedangkan penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran kepadanya.

Kreditur Telah Melepaskan Haknya.

Alasan lain yang bisa menghindari debitur dari tuntutan ganti rugi atau pembatalan kontrak karena wanprestasi adalah, kreditur melepaskan haknya. Dengan pelepasan hak ini berarti kreditur dianggap menerima kondisi yang ada dan tidak akan menuntut ganti rugi. Pelepasan hak ini dapat dilakukan baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam.

Misalnya, seorang pembeli menerima barang yang ternyata tidak sesuai dengan kualitas barang yang dipesannya. Tapi meskipun tidak sesuai kualitas pesanan, pembeli tidak mengajukan komplain atau mengembalikan barang tersebut. Pembeli malahan menggunakan barang tersebut, atau bisa jadi lebih puas dengan barang yang diterimanya ketimbang kualitas pesanan semula.

(Dadang Sukandar/www.legalakses.com)