Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba mensyaratkan, bahwa penyelenggaraan franchise atau waralaba harus dilakukan berdasarkan Perjanjian Waralaba. Hubungan antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba harus diformat dalam bentuk perjanjian tertulis.
Perjanjian Waralaba sama seperti perjanjian pada umumnya, harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam Perjanjian Waralaba, syarat itu ditambah lagi dengan ketentuan-ketentuan yang lebih khusus. Persyaratan khusus itu meliputi:
- Data identitas para pihak (Pemberi dan Penerima Waralaba).
- Jenis hak kekayaan intelektual yang diwaralabakan
- Kegiatan usaha waralaba yang diperjanjikan.
- Hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba: besarnya royalti, pembinaan bagi Penerima Waralaba, dan hak penggunaan kekayaan intelektual.
- Bantuan, fasilitas, bimbingan dan pelatihan serta pemasaran yang diberikan kepada Penerima Waralaba.
- Batasan wilayah usaha untuk Penerima Waralaba.
- Jangka waktu perjanjian.
- Perhitungan dan waktu pembayaran imbalan atau royalti.
- Cara menyelesaikan sengketa
Selain harus dibuat dalam bentuk tertulis, Perjanjian Waralaba juga harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Jika perjanjian itu dibuat dalam bahasa asing, misalnya dalam rangka menyelenggarakan franchise dari luar negeri, maka perjanjian itu harus diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Sebelum ditandatangani, naskah perjanjian harus telah disampaikan kepada Penerima Waralaba 2 minggu sebelumnya.
Pemberi Waralaba tidak dapat menunjuk Penerima Waralaba yang mempunyai hubungan pengendalian terhadap perusahaan Pemberi Waralaba, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya, jika Pemberi Waralaba adalah badan hukum PT, maka Pemberi Waralaba tidak dapat menunjuk Direktur perusahaan itu sebagai Penerima Waralaba. Dalam organisasi PT, Direktur merupakan pengendali langsung, sehingga ia tidak dapat ditunjuk sebagai Penerima Waralaba.
Apabila Pemberi Waralaba melakukan pemutusan perjanjian secara sepihak dengan Penerima Waralaba sebelum jangka waktunya berakhir, Pemberi Waralaba tidak dapat menunjuk Penerima Waralaba yang baru untuk mewaralabakan bisnisnya di wilayah yang sama. Penunjukan semacam itu baru dapat dilakukan apabila diantara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba telah tercapai kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan (clean break).
Tidak hanya berakhir di Penerima Waralaba sebagai end user, Perjanjian Waralaba juga dapat memuat klausul Waralaba Lanjutan, yaitu memberikan hak kepada Penerima Waralaba untuk mewaralabakan lebih lanjut bisnis mereka. Dalam waralaba lanjutan, Penerima Waralaba dapat menunjuk Penerima Waralaba lainnya. Penerima Waralaba yang diberi hak mewaralabakan lebih lanjut ini harus memiliki dan melaksanakan sendiri minimal satu tempat usaha waralaba.
Setelah ditandatangani, Perjanjian Waralaba harus didaftarkan ke Kementerian Perdagangan. Kewajiban pendaftaran perjanjian ini ada di tangan Penerima Waralaba. Untuk waralaba dari luar negeri, di Kementerian Perdagangan perjanjian itu didaftarkan melalui Direktorat Bina Usaha Perdagangan. Untuk waralaba dalam negeri, atau penerima waralaba lanjutan, pendaftaran itu diajukan melalui kantor Dinas Perdagangan Provinsi DKI Jakarta atau ke Bupati/ Walikota dan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP).
Penerima Waralaba yang telah mendaftarkan perjanjian waralabanya akan menerima Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). STPW merupakan syarat yang wajib dimiliki Penerima Waralaba dalam menyelenggarakan waralabanya. Pewaralaba yang melaksanakan bisnis waralaba namun tidak mempunyai STPW tidak dapat dikatakan sebagai pelaku usaha waralaba. (www.legalakses.com).
Artikel terkait: