Membuat Surat Kuasa

Bagikan artikel ini

SURAT KUASA – Jika Anda tak dapat melaksanakan perbuatan hukum Anda sendiri, karena misalnya sakit atau sibuk, maka orang lain dapat mewakili kepentingan hukum Anda, melalui pemberian kuasa. Kuasa itu memberikan kewenangan kepada orang lain, yang berwenang untuk bertindak untuk dan atas nama Anda,  mewakili kepentingan hukum Anda untuk segala urusan. Menurut pasal 1792 KUHPerdata, pemberian kuasa adalah:

Suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.

Karena pemberian kuasa adalah perjanjian, maka terhadap pemberian kuasa berlaku syarat sahnya perjanjian seperti ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata – kata sepakat, cakap, hal tertentu, sebab yang halal. Kuasa untuk menjual narkoba, misalnya, adalah tidak sah karena bukan merupakan sebab yang halal – karena perdagangan narkoba dilarang undang-undang. Demikian juga jika penerima kuasa tidak memberikan kata sepakatnya untuk menerima kuasa, maka di sana tak ada kata sepakat – dan karenanya tak ada pemberian kuasa.

Seorang pemberi kuasa wajib untuk melaksanakan janji-janji yang telah dibuat oleh penerima kuasa dengan pihak ketiga sesuai dengan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Jika misalnya penerima kuasa adalah seorang karyawan perusahaan, yang diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian pengadaan barang, maka sebagai penerima kuasa ia tidak sedang mengikatkan dirinya melainkan perusahaannya. Namun jika karyawan itu bertindak di luar kuasa yang diberikan kepadanya, membuat kesepakatan-kesepakatan yang dilarang oleh pemberi kuasa, menentukan harga di luar arahan direkturnya, maka khusus untuk hal itu bukan tanggung jawab pemberi kuasa melainkan si penerima kuasa sendiri. Pemberi kuasa dilarang untuk bertindak melebihi kuasa yang diberikan kepadanya.

Jenis pemberian kuasa, menurut pasal 1795 KUHPerdata, adalah kuasa umum dan kuasa khusus. Pemberian kuasa secara khusus meliputi hanya untuk satu kepentingan tertentu atau lebih, dan pemberian kuasa secara umum meliputi hampir segala kepentingan si pemberi kuasa.

  • Kuasa Umum

Kuasa umum adalah pemberian kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk mewakili kepentingan hukum pemberi kuasa dalam menjalankan pengurusan seluruh harta kekayaan pemberi kuasa. Untuk perbuatan hukum tertentu, yaitu perbuatan hukum yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, pemberian kuasa mengenai pemindahantanganan barang dan membuat perdamaian diperlukan kata-kata yang tegas.

  • Kuasa Khusus

Berbeda dengan kuasa umum, yang memberikan kuasa terhadap kepentingan seluruh harta kekayaan pemberi kuasa, dalam kuasa khusus yang dikuasakan hanyalah kepentingan hukum tertentu dari si pemberi kuasa. Seorang General Affair Manager perusahaan, dapat menandatangani perjanjian air conditioner maintenance dengan vendor perusahaan itu namun tak bisa menandatangani perjanjian pembelian bahan baku. Dalam surat kuasa direksi untuk sang manajer, pemberian kuasa itu hanya meliputi penandatanganan perjanjian perawatan AC, dan tidak yang lainnya.

Menurut Pasal 1813 KUHPerdata, berakhirnya pemberian kuasa dapat terjadi karena:

  • Pemberi Kuasa Menarik Kembali Pemberian Kuasanya Secara Sepihak

Berbeda halnya dengan perjanjian, dimana penarikan kembali suatau perjanjian tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh salah satu pihak melainkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak, dalam pemberian kuasa pencabutan kembali pemberian kuasa itu dapat dilakukan oleh pemberi kuasa secara sepihak tanpa persetujuan penerima kuasa. Pencabutan tersebut dapat dilakukan oleh pemberi kuasa secara tegas maupun secara diam-diam. Pencabutan kuasa secara tegas dapat dilakukan misalnya dengan menarik kembali surat kuasa yang diberikan dari penerima kuasa, atau mengirimkan surat kepada penerima kuasa bahwa pemberi kuasa mencabut kuasanya. Pencabutan kuasa secara diam-diam dapat dilakukan dengan cara mengangkat penerima kuasa yang baru untuk urusan yang sama.

  • Penerima Kuasa Melepaskan Kuasanya

Seperti halnya pemberi kuasa, penerima kuasa juga dapat melepaskan kuasa yang diberikan kepadanya secara sepihak. Seorang ahli waris yang diberikan kuasa oleh para ahli waris lainnya untuk mengurus harta warisan dapat melepaskan kuasa yang diberikan kepadanya begitu saja jika, misalnya, ia merasa tersinggung – mengingat harta warisan adalah hal sensitif. Pelepasan kuasa oleh penerima kuasa dapat dilakukan dengan cara memberitahukan maksud tersebut kepada pemberi kuasa, baik secara lisan maupun dengan surat. Namun demikian, pelepasan pemberian kuasa secara sepihak itu harus dilakukan oleh penerima kuasa dalam suatu kondisi yang layak, di mana pelepasan kuasa itu tidak akan mengakibatkan kerugian bagi si pemberi kuasa.

  • Meninggal dunia, dibawah pengampuan dan Pailit

Dengan meninggalnya salah satu pihak, dengan sendirinya pemberian kuasa itu berakhir. Pemberian kuasa tidak dapat dilanjutkan kepada ahli waris, kecuali dibuat surat kuasa yang baru. Demikian pula dalam hal seseorang yang statusnya tiba-tiba menjadi berada di bawah pengampuan atau dinyatakan pailit, maka kapasitasnya sebagai penerima kuasa berakhir. Juga apabila seorang perempuan yang berkedudukan sebagai pemberi kuasa atau penerima kuasa, maka jika ia melakukan perkawinan dengan pihak lawannya dalam pemberian kuasa itu, maka dengan sendirinya pemberian kuasa diantara mereka berakhir.

(legalakses.com).

Artikel Terkait:

  1. Contoh Surat Kuasa Ahli Waris
  2. Penyitaan Paksa Barang oleh Debt Collector Melanggar Hukum
  3. Menyusun Kontrak
  4. Surat Pencabutan Kuasa