Akibat Hukum Jika Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) Tidak Dicatatkan

Bagikan artikel ini

Dalam praktek, perlu dilakukan klarifikasi salah kaprah antara “pendaftaran” dan “pencatatan” PKWT di instansi ketenagakerjaan terkait (Disnakertrans). Baik UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) maupun Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.100/MEN/VI/2004 (KEPMEN) menentukan bahwa PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak ditandatanganinya PKWT tersebut. Kedua regulasi tersebut memberi penegasan tersendiri bahwa pencatatan tersebut merupakan suatu kewajiban, dan bukannya “pendaftaran”. Lalu, apa akibat hukumnya jika pengusaha tidak melakukan pencatatan dimaksud?

Dalam praktek, memang banyak perusahaan yang tidak mecatatkan PKWT karyawan-karyawannya ke Disnakertrans, sementara peraturan perundang-undangan sendiri tidak mengatur akibat hukumnya jika PKWT tersebut tidak dicatatkan. Dan terhadap ketiadaan pencatatan ini, di kalangan HRD maupun praktisi hukum sendiri masih ada perbedaan pendapat – disamping belum ada yurisprudensi pengadilan yang menentuakn akibat hukum dari tidak dicatatnya PKWT. Dalam berbagai regulasi di bidang ketenagakerjaan memang tidak terdapat ketentuan yang langsung menentukan akibat hukumnya jika PKWT tidak dicatatkan, namun secara logika hukum tentu saja kita dapat menelusuri jawabannya.

Jika membaca Pasal 13 KEPMEN, pasal yang mewajibkan agar PKWT dicatatkan di instansi ketenagakerjaan terkait dalam waktu 7 hari kerja setelah penandatanganan PKWT, maka hal ini tentunya melahirkan KEWAJIBAN kepada pengusaha agar mencatatkan  PKWT tersebut. Jika pengusaha tidak mencatatkan PKWT tersebut, maka dengan demikian pengusaha telah melalaikan kewajibannya, yang berarti pengusaha telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika kita mengaitkannya dengan Pasal 52 UU Ketenagakerjaan tentang syarat sahnya perjanjian kerja, bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian kerja adalah perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka PKWT yang tidak dicatatkan oleh pengusaha itu bertentangan dengan pasal 13 KEPMEN, yang berarti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PKWT yang tidak dicatatkan itu dengan demikian tidak sah karena tidak memenuhi syarat.

Terhadap PKWT yang tidak sah tersebut, solusinya bisa kita temukan dalam Pasal 52 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, yaitu bahwa perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan menjadi “batal demi hukum”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika PKWT tidak dicatatkan oleh pengusaha ke Disnakertrans maka PKWT tersebut BATAL DEMI HUKUM. (www.legalakses.com).

Artikel terkait: