Hukum Kontrak Yang Sah dan Pengaturan Jenisnya Dalam Undang-undang

Ketentuan mengenai hukum kontrak, termasuk persyaratannya agar menjadi sah, dapat kita kita temukan di Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), khususnya dalam Buku III Tentang Perikatan. Bagian ini terdiri dari bagian umum dan bagian khusus.

Di bagian umum, Bab I sampai dengan Bab IV, termuat ketentuan-ketentuan yang berlaku secara umum, yaitu untuk hampir semua jenis kontrak, sedangkan bagian khusus di Bab V sampai dengan Bab XVII memuat ketentuan-ketentuan khusus mengenai perjanjian (kontrak).

Kontrak tersebut bersifat khusus karena memiliki nama-nama sendiri, atau disebut juga perjanjian bernama (nominaat). Berdasarkan namanya, Pasal 1319 KUHPerdata menyebutkan 2 macam jenis perjanjian, yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (inominaat). Disebut perjanjian bernama karena kontrak tersebut telah banyak dipakai dan dikenal secara luas di masyarakat, antara lain:

  1. Perjanjian jual beli
  2. Perjanjian tukar menukar
  3. Perjanjian sewa menyewa
  4. Perjanjian melakukan perkerjaan
  5. Perjanjian persekutuan perdata
  6. Perjanjian badan hukum
  7. Perjanjian hibah
  8. Perjanjian penitipan barang
  9. Perjanjian pinjam pakai
  10. Perjanjian pinjam meminjam
  11. Pemberian kuasa
  12. Perjanjian bunga tetap atau abadi
  13. Perjanjian untung untungan
  14. Perjanjian penanggungan hutang
  15. Perjanjian perdamaian

Selain perjanjian bernama (nominaat), dalam hukum dikenal juga perjanjian tidak bernama (inominaat), yaitu perjanjian yang secara khusus tidak diatur dalam KUHPerdata tapi hidup dalam praktik, serta tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Perjanjian inominaat ini banyak dibuat dengan mengikuti perkembangan dan perubahan di masyarakat dari waktu ke waktu.

Meski tidak diatur secara khusus dalam undang-undang, perjanjian inominaat tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan umum kontrak yang ada di KUHPerdata, misalnya tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, termasuk akibat perjanjian atau penafsiran perjanjian.

Jika perjanjian nominaat tunduk pada ketentuan-ketentuan khusus dalam KUHPerdata, maka ketentuan-ketentuan khusus perjanjian inominaat umumnya tersebar dalam praktek kehidupan sehari-hari dan berbagai peraturan perundang-undangan.

Misalnya, perjanjian lisensi rahasia dagang, selain harus memenuhi syarat sahnya perjanjian di Pasal 1320 KUHPerdata juga merujuk pada undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang rahasia Dagang. Demikian pula misalnya perjanjian distributorship, yang selain mengacu pada ketentuan umum KUHPerdata tentang perjanjian, juga tunduk pada ketentuan-ketentuan khusus yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan.

Baik perjanjian nominaat maupun inominaat, keduanya harus tunduk pada undang-undang, yaitu seperti ditegaskan dalam Pasal 1319 KUH Perdata:

Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.

Buku III KUHPerdata juga menganut asas kebebasan berkontrak dalam membuat perjanjian. Dengan asas ini berarti setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apapun asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak ini memberikan pilihan kepada pembuat kontrak, apakah ia hendak menuruti ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata atau tidak. Dengan asas ini, seorang pembuat kontrak diberi kebebasan untuk menyimpang dari ketentuan-ketentuan khusus KUHPerdata.

Dalam perjanjian jual beli, KUHPerdata menentukan bahwa sejak terjadinya kata sepakat (mengenai barang dan harganya), jual beli sudah terjadi meskipun barangnya masih di gudang si penjual. Dalam kontrak jual beli tersebut, penjual dan pembeli diperbolehkan untuk menyimpang dari ketentuan yang ada, misalnya dengan menentukan bahwa serah terima barang dilakukan di gudang pembeli, sehingga tugas pengantaran barang menjadi tanggung jawab dari si penjual.

Dengan asas kebebasan berkontrak, maka Buku III KUHPerdata bersifat sebagai hukum pelengkap, yaitu melengkapi klausul-klausul kontrak yang telah ditentukan oleh para pihak. Jika para pihak tidak menentukan sendiri sebuah aturan tertentu dalam kontraknya, maka ketentuan mengenai hal tersebut akan dilengkapi oleh KUHPerdata, dan karenanya para pihak tunduk pada ketentuan yang ada di dalam KUHPerdata.

Namun jika para pihak telah secara jelas mengaturnya dalam kontrak, meskipun ketentuan tersebut menyimpang dari KUHPerdata, maka ketentuan dalam kontrak itulah yang wajib ditaati (www.legalakses.com)