Saat kita mencari alamat rumah seorang kawan, atau kerabat, dan telah menemukan plang nama jalannya di ujung komplek, yang selanjutnya perlu kita telusuri tentu saja adalah nomor rumahnya. Meskipun kita menggunakan google map, tetap saja kita memerlukan nomor rumah.
Nomor kontrak, seperti juga nomor rumah, merupakan identitas sebuah dokumen dalam tata susunan yang ditentukan berdasarkan penomoran. Penomoran ini berfungsi untuk memudahkan pencarian jika sewaktu-waktu dokumen tersebut diperlukan.
Selain untuk menentukan posisi, penomoran kontrak juga berfungsi untuk mereferensikan hubungan hukum sebuah dokumen dalam kaitannya dengan dokumen lain. Kita tidak akan menekan bel di gerbang rumah nomor 21 jika teman kita bertempat tinggal di rumah nomor 19. Begitu juga kontrak, kita tidak akan mengutip perjanjian Nomor: 001/Jual-Beli/II/2015 jika gugatan perkara yang kita ajukan ke pengadilan adalah mengenai gugatan sewa-menyewa berdasarkan kontrak Nomor: 005/sewa-menyewa/III/2015.
Nomor kontrak bukan merupakan syarat sahnya sebuah kontrak sesuai pasal 1320 KUHPerdata. Karena nomor kontrak bukan merupakan syarat, maka ketiadaan nomor kontrak tidak membuat kontraknya menjadi tidak sah.
Umumnya nomor kontrak merupakan nomor dokumen yang disusun secara teratur berdasarkan kategori dan urutan tertentu dalam rangka tata adminsitrasi dokumen – folder mana kontrak-kontrak sewa dan folder mana kontrak jual beli. Dalam praktek, nomor kontrak biasanya juga dibuat untuk keperluan administrasi internal sebuah institusi, misalnya perusahaan swasta atau pemerintahan. Dalam penomoran kontrak tidak ada ketentuan bakunya, sehingga setiap perusahaan dapat dengan bebas menentukan penomoran kontraknya sendiri sesuai kebutuhan manajemen. Meski tidak ada ketentuan bakunya, namun penomoran kontrak umumnya mengandung unsur:
- Nomor urut dokumen
- Kategori dokumen atau hubungan hukum atau institusi – atau kombinasinya
- Waktu pembuatan kontrak
Jika Anda mendirikan pabrik sepatu kulit dan mulai berkembang, kemudian Anda mulai membagi fungsi kerja internal manajemen, maka menjadi kebutuhan perusahaan Anda untuk mulai mengategorisasi semua dokumen, termasuk dokumen kontrak. Anda dapat membagi kategori kontrak-kontrak perusahaan Anda berdasarkan fungsi manajemen tersebut, misalnya kontrak kerja karyawan, kontrak pengadaan barang dan jasa, kontrak pembelian bahan baku, kontrak pengangkutan, dan kontrak distributor.
Berikut adalah contoh-contoh variasi penomoran kontrak:
Nomor: 002/SPK/II/2017
Jenis dokumen SPK (kontrak) yang bersifat umum (tanpa kategori) dengan nomor urut 002 dan dibuat pada bulan Februari 2017.
Nomor: 002/HRD/SPK-Karyawan /II/2017
Jenis dokumen SPK (kontrak) antara perusahaan dengan karyawan yang dibuat oleh departemen HRD, dengan nomor urut 002 dan dibuat pada bulan Februari 2017
Nomor: 002/PRC/Pengadaan-AC/II/2017
Jenis kontrak pengadaan barang Air Conditioner (AC) yang dibuat oleh departemen procurement, dengan nomor urut 002 dan dibuat pada bulan Februari 2017
Nomor: 002/IT/ Software-License/II/2017
Jenis kontrak pembelian lisensi software yang dibuat oleh departemen IT, dengan nomor urut 002 dan dibuat pada bulan Februari 2017
Anda bisa saja membuat variasi lainnya dengan kategori yang berbeda, sesuai keadaan dan kebutuhan perusahaan Anda, namun bagaimanapun Anda tetap perlu memperhatikan aspek tata tertib administrasinya. Jadi, tujuan utama membuat nomor kontrak sebenarnya adalah untuk tertib administrasi ketimbang fungsi hukum. Oleh sebab itu, pembuatan nomor kontrak tidak baku, dan perlu disesuaikan dengan administrasi dan penomoran dokumen di perusahaan.
Variasi tersebut termasuk ketika lawan kontrak Anda yang membuat drafnya. Anda dapat memilih untuk menggunakan nomor kontrak yang mereka berikan, meminta penomorannya berdasarkan penomoran Anda sendiri, atau menggunakan nomor bersama sesuai kesepakatan (Dadang Sukandar, S.H./www.legalakses.com).