Sertifikat tanah merupakan dokumen bukti kepemilikan atas bidang tanah. Dokumen sertifikat tanah secara hukum membuktikan bahwa seseorang memilik hak atas tanah. Karena sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan tanah, maka orang yang namanya tercantum dalam sertifikat tanah secara hukum merupakan orang yang dianggap memiliki bidang tanah tersebut.
Jika nama yang tercantum dalam sertifikat tanah berbeda dengan nama orang yang mengklaim sebagai pemilik tanahnya, maka secara hukum, orang yang dianggap pemilik tanah adalah orang yang namanya tercantum dalam sertifikat tanah – meskipun faktanya orang yang mengklaim bidang tanah tersebut yang menguasainya.
Orang yang namanya tercantum dalam sertifikat tanah bisa orang perorangan bisa juga badan hukum. Khusus sertifikat tanah dengan tanah hak milik dapat dimiliki oleh perorangan, namun tanah hak milik tidak dapat dimiliki oleh badan hukum. Badan hukum hanya dapat menguasai hak atas tanah berupa Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Guna Usaha (HGU).
Kepemilikan tanah tidak hanya dapat dimiliki oleh satu orang. Beberapa orang sekaligus dapat juga memiliki hak atas tanah dalam sebidang tanah. Misalnya, sebidang tanah seluas 500 meter persegi dimiliki secara bersamaan oleh A, B dan C. Jika sebidang tanah dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka orang-orang tersebut nama-namanya harus tercantum dalam sertifikat tanah. Jadi, dalam sebuah sertifikat tanah dapat tercantum beberapa nama sekaligus sebagai pemilik hak atas tanahnya.
Pemegang Sertifikat Tanah
Karena sertifikat tanah jumlahnya satu dokumen untuk satu bidang tanah, maka dalam hal sebidang tanah dimiliki oleh lebih dari satu orang, sertifikat tanah tersebut bisa dipegang atau dikuasai oleh salah satu dari pemilik tanah (salah satu orang yang namanya tercantum dalam sertifikat). Penguasaan/pemegangan sertifikat tanah tersebut dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama para pihak (para pemilik tanah).
Meskipun sertifikat tanahnya dikuasai/dipegang oleh salah satu pemilik, orang yang menguasai sertifikat tanah tersebut tidak berarti bebas melakukan perbuatan hukum terhadap tanahnya. Orang yang menguasai sertifikat tanah tidak dapat mengalihkan tanah tersebut kepada pihak manapun tanpa persetujuan dari semua pemilik bidang tanah – termasuk tidak dapat menjaminkan atau menyewakan tanah tersebut.
Jadi, segala tindakan hukum terhadap tanah, harus dengan persetujuan dari seluruh pemilik tanahnya, yaitu orang yang namanya tercantum dalam sertifikat, dan tidak ada satu orangpun yang dapat dikecualikan. Misalnya, A, B dan C adalah tiga bersaudara yang memiliki sebidang tanah warisan yang telah diturunwariskan kepada mereka (sertifikat sudah atas nama A, B dan C). Jika tanah tersebut akan dialihkan (dijual), maka ketiga orang tersebut, A, B dan C, harus menandatangani Akta Jual Belinya (AJB), dan tidak boleh ada satu orangpun yang dikecualikan dalam AJB tersebut (www.legalakses.com).