Syarat-syarat Berakhirnya Sebuah Kontrak (Perjanjian)

Dalam kontrak yang sederhana, berakhirnya kontrak bisa terjadi karena telah dilaksanakannya seluruh hak dan kewajiban kontrak. Penjual telah menyerahkan barangnya dan pembeli telah membayar harganya. Namun semakin kompleks suatu bisnis ditransaksikan, maka semakin kompleks pula cara-cara menyelesaikan sebuah kontrak.

Dalam hubungan jual beli dimana seorang supplier (penjual) barang yang kebetulan mempunyai utang kepada pembeli barang, maka hubungan utang piutang dan jual beli diantara mereka dapat diakhiri dengan cara perjumpaan utang, yaitu mempertemukan utang si penjual dengan kewajiban harga barang yang harus dibayar si pembeli. Pembeli tidak perlu membayar harga barang kepada supplier, dan supplier tidak perlu melunasi lagi utangnya kepada pembeli – konversi utang dan harga barang telah mengakhiri dua kontrak sekaligus.

Mengenai hapusnya perikatan diatur dalam pasal 1381 KUHPerdata dan seterusnya. Dalam pasal-pasal tersebut, hapusnya perikatan kontrak bisa disebabkan karena:

  • Pembayaran
  • Penawaran Pembayaran Tunai, Diikuti Dengan Penyimpanan atau Penitipan
  • Pembaharuan Utang (Novasi)
  • Perjumpaan Utang (Kompensasi)
  • Percampuran Utang
  • Pembebasan Utang
  • Musnahnya Barang Yang Terutang
  • Kebatalan atau Pembatalan
  • Berlakunya Suatu Syarat Pembatalan
  • Lewatnya Waktu

Pembayaran

Dengan dibayarnya sebuah utang, maka selesailah kontrak utang-piutang tersebut. Pembayaran dapat diartikan sebagai pemenuhan kontrak – dilaksanakannya kewajiban dan dipenuhinya hak. Pembayaran di sini tidak diartikan secara sempit hanya meliputi pembayaran uang, tapi juga pelaksanaan semua kewajiban kontrak. Dalam kontrak jual beli, pembayaran bisa berarti juga penyerahan barang. Jadi, pembayaran dalam dalam hal ini tidak hanya berupa pembayaran uang tapi juga penyerahan barang.

Penawaran Pembayaran Tunai, Diikuti Dengan Penyimpanan Atau Penitipan

Cara ini bisa dilakukan jika kreditur menolak pembayaran dari debitur. Pertama-tama debitur, melalui notaris atau juru sita pengadilan, mengajukan penawaran resmi kepada kreditur untuk melakukan pembayaran (uang atau barang). Jika kreditur menerima penawaran tersebut, maka pembayaran selesai dilakukan dan perikatan kontrak menjadi berakhir. Namun jika kreditur menolak, maka notaris atau juru sita meminta kreditur untuk menandatangani surat penolakan tersebut. Jika Kreditur juga menolak menandatanganinya, maka notaris atau juru sita akan mencatat penolakan itu sebagai bukti resmi penolakan.

Setelah kreditur menolak penawaran, dengan bukti penolakan itu debitur menghadap ke Pengadilan Negeri untuk mengajukan permohonan supaya Pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran tadi. Apabila Pengadilan mengesahkannya, maka uang atau barang yang akan dibayarkan itu dititipkan di Panitera Pengadilan. Dengan dilakukannya penitipan tersebut maka kewajiban debitur dianggap telah dilaksanakan dan perikatan kontrak menjadi berakhir. Selama uang atau barang berada di dalam penyimpanan Panitera Pengadilan Negeri, resiko penyimpanan tersebut ada pada kreditur, sedangkan segala biaya yang perlu dikeluarkan untuk proses penawaran tersebut menjadi kewajiban debitur.

Pembaharuan Utang (Novasi)

Salah satu cara mengakhiri perikatan kontraktual adalah dengan melakukan pembaharuan utang, yaitu pembuatan kontrak baru untuk menggantikan kontrak lama. Perikatan dalam kontrak baru tersebut menggantikan hubungan perikatan berdasarkan kontrak lama, sehingga para pihak tidak memiliki sangkut paut lagi dengan hak dan kewajiban kontrak lama. Dengan dibuatnya kontrak baru, maka kontrak lama menjadi berakhir, dan para pihak kini terikat dengan hak dan kewajiban kontrak yang baru.

Perjumpaan Utang (Kompensasi)

Perjumpaan utang atau kompensasi merupakan cara mengakhiri perikatan kontraktual dengan jalan memperhitungkan utang piutang diantara debitur dan kreditur secara timbal balik. Perjumpaan utang dapat terjadi jika seseorang yang memiliki utang kepada kreditur sekaligus dalam waktu bersamaan ia memiliki piutang kepada kreditur. Jadi, terhadap kreditur orang tersebut memiliki dua kapasistas sekaligus, yaitu sebagai debitur dan sebagai kreditur. Karena pada dirinya melekat kewajiban sekaligus hak, maka hak dan kewajiban itu dapat diperjumpakan secara timbal balik dengan cara memperhitungkannya.

Percampuran Utang

Percampuran utang bisa tejadi dalam hal status debitur dan status kreditur bertumpu pada satu subyek hukum – utang dan piutang berkumpul pada satu orang. Jika seorang anak (debitur) berutang uang kepada orang tuanya (kreditur) untuk keperluan modal dagang, dan sebelum anak tersebut melunasi utangnya kemudian orang tuanya keburu meninggal dunia dengan meninggalkan wasiat yang menunjuk anak tersebut sebagai pewaris tunggal, maka sebagai ahli waris anak tersebut pada akhirnya menanggung dua status sekaligus, yaitu sebagai debitur atas utangnya kepada orang tuanya dan sebagai kreditur atas warisan piutang orang tuanya kepada dirinya sendiri. Dengan berlakunya dua status tersebut, maka sesuai pasal 1436 KUHPerdata piutangya hapus – perikatan kontraknya hapus. Selengkapnya pasal 1436 KUHPerdata berbunyi: Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu piutang dihapuskan.

Pembebasan Utang

Pembebasan utang atau kewajiban kontrak dapat terjadi jika kreditur secara sukarela membebaskan debitur dari pelaksanaan kewajiban kontraknya dan pihak debitur menerima pembebasan tersebut. Dengan dilakukannya pembebasan utang oleh kreditur secara sukarela, maka kontrak antara debitur dan kreditur menjadi berakhir. Selain pembebasan itu berdasarkan kesukarelaan kreditur, pihak debitur juga harus menerima pembebasan utang tersebut. Jika debitur tidak menerimanya, misalnya mungkin karena gengsi, maka tidak dapat dikatakan ada pembebasan utang. Untuk menunjukan adanya pembebasan utang, tindakan tersebut tidak dapat diguga-duga melainkan harus dibuktikan. Pembuktian itu dapat dilakukan dengan misalanya sebuah surat kesepakatan bersama, dimana kreditur menyatakan membebaskan debitur dari kewajiban kontraknya dan debitur menerima pembebasan tersebut.

Musnahnya Barang Yang Terutang

Hapusnya kontrak dapat juga terjadi jika barang yang diperjanjikan musnah. Selain musnah, Pasal 1444 KUHPerdata juga menentukan bahwa hapusnya kontrak dapat juga terjadi karena barangnya tidak dapat diperdagangkan, atau hilang sehingga tidak diketahui lagi masih ada atau tidak. Syarat agar kejadian-kejadian itu dapat menghapuskan kontrak adalah, kejadian tersebut terjadi karena diluar kesalahan dari debitur. Seperti dalam pembahasan mengenai keadaan memaksa (force majeure), maka unsur kesalahan ini merupakan unsur yang penting untuk menentukan hapusnya kontrak. Dengan tiadanya unsur kesalahan maka selain kontrak tersebut hapus, debitur juga tidak dapat dituntut ganti rugi.

Batal Atau Pembatalan

Dalam membahas syarat sahnya kontrak dalam Pasal 1320 KUHPerdata, kita telah membagi persyaratan tersebut atas syarat subyektif dan syarat obyektif. Dengan tidak terpenuhinya syarat subyektif (kecakapan para pihak dan kata sepakat), maka kontrak tersebut dapat dibatalkan – diajukan pembatalan. Hal ini berbeda dengan tidak terpenuhinya syarat obyektif (suatu hal tertentu dan sebab yang halal) yang batal demi hukum – sejak awal dianggap tidak pernah ada kontrak. Batal atau pembatalan kontrak itu harus diajukan ke pengadilan. Hapusnya kontrak terjadi jika hakim, dalam putusannya, menyatakan bahwa kontrak tersebut batal atau batal demi hukum.

Berlakunya Syarat Batal

Salah satu bentuk perikatan adalah perikatan bersyarat, yaitu perikatan tersebut baru lahir atau menjadi batal tergantung dari suatu peristiwa di masa depan yang belum tentu terjadinya. Peristiwa itu bisa peristiwa yang melahirkan kontrak, maupun peristiwa yang memutuskan kontrak yang telah ada. Dalam kontrak bersyarat yang menggantungkan putusnya kontrak atas sebuah peristiwa di masa depan, maka kontrak yang telah dilahirkan itu akan menjadi batal jika peristiwa tersebut terjadi.  Misalnya, anak Anda bersekolah di luar negeri, sementara Anda menyewakan apartemen Anda kepada orang lain dengan syarat/janji perikatan sewa itu akan berakhir jika anak Anda pulang dari sekolahnya di luar negeri. Maka dengan pulangnya anak Anda dari luar negeri, kontrak sewa itupun menjadi berakhir.

Lewatnya Waktu (Daluwarsa)

Lewat waktu (daluwarsa) adalah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan (kontrak) dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 1946 KUHPerdata). Berdasarkan lewatnya waktu, debitur dapat terbebas dari kewajibannya untuk melaksanakan kontrak. Sesuai Pasal 1967 KUHPerdata, segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut setiap perikatan hukum menjadi perikatan bebas, yang bisa saja kewajibannya dilaksanakan oleh debitur, tetapi debitur itu tidak dapat dituntut oleh kreditur di depan hakim.

(Dadang Sukandar, S.H./www.legalakses.com)