Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

Bagikan artikel ini

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah perjanjian antara calon pembeli dan calon penjual obyek tanah dan bangunan yang dibuat sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB). Karena obyek tanah dan bangunan termasuk dalam benda tidak bergerak (benda tetap) yang pengalihannya (jual beli) harus dibuat dengan akta Notaris/PPAT dalam bentuk Akta Jual Beli (AJB), maka sebelum dibuatnya AJB biasanya perlu dilakukan pemeriksaan tanah sebagai serangkaian persiapan. Bagi pemilik tanah perorangan, misalnya, calon pembeli biasanya perlu melakukan pengecekan tanah ke kantor pertanahan, sementara calon penjual perlu meminta uang muka sebagai tanda keseriusan. Bagi perusahaan developer, misalnya, PPJB biasanya digunakan untuk memperoleh dana awal (uang muka) dari konsumen untuk memperlancar pembangunan rumah/apartemen.

Dalam rangka pemeriksaan ke kantor pertanahan dan pembayaran uang muka  tersebut, atau untuk memperlancar dana pembangunan bagi perusahaan developer, maka diperlukan adanya PPJB sebagai ikatan awal keseriusan para pihak untuk bertransaksi. Dalam ikatan awal tersebut biasanya calon pembeli telah melakukan pembayaran awal (uang muka), sehingga jika calon pembeli membatalkan transaksi maka ia akan kehilangan uang mukanya. Dengan begitu, PPJB mengikat para pihak untuk sama-sama serius melakukan transaksi jual beli tanah dan bangunan, yaitu yang pada saatnya nanti keseriusan itu ditandai dengan penandatangan AJB dan pelunasan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat PPJB antara lain:

  1. Uraian obyek tanah dan bangunan harus jelas, antara lain ukuran luas tanah dan bangunan (jika perlu disertai peta bidang tanah dan arsitektur bangunan), sertifikat dan pemegang haknya, dan perizinan-perizinan yang melekat pada obyek tanah dan bangunan tersebut.
  2. Harga tanah per-meter dan harga total keseluruhan serta cara pembayarannya. Pembayaran harga tanah dapat juga ditentukan secara bertahap yang pelunasannya dilakukan pada saat penandatanganan AJB.
  3. Syarat batal tertentu, misalnya jika ternyata pembangunan rumahnya tidak selesai dalam jangka waktu yang telah dijanjikan developer, maka calon pembeli berhak membatalkannya dan menerima kembali uang muka. Atau jika pembangunan itu telah selesai sesuai waktunya tapi calon pembeli membatalkannya secara sepihak, maka calon pembeli akan kehilangan uang mukanya.
  4. Penegasan pembayaran pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak dan komponen biaya-biaya lainnya yang diperlukan, misalnya biaya pengukuran tanah dan biaya Notaris/PPAT.
  5. Jika perlu dapat dimasukan klausul pernyataan dan jaminan dari calon penjual, yaitu bahwa tanah dan bangunan tidak sedang berada dalam jaminan hutang pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Jika ternyata pernyataan dan jaminan calon penjual itu tidak benar, maka calon penjual akan membebaskan calon pembeli dari tuntutan pihak lain manapun.

(Dadang Sukandar, S.H./http://legalakses.com)

Artikel terkait:

Tips Hukum Dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan: